HUKUM AKAD NIKAH VIA ONLINE


Dalam Islam, keabsahan akad nikah tergantung pada pemenuhan rukun dan syaratnya. Bila memenuhi maka sah; dan bila tidak memenuhi maka tidak sah. Lima rukun yang wajib terpenuhi adalah adanya calon suami, calon istri, shighat ( ijab qabul ) wali istri, dan dua (2) saksi,
di mana masing-masing yang harus terpenuhi syaratnya untuk mencapai keabsahan akad nikah.

  Akad nikah secara online baik via telepon atau vidio call adalah tidak sah,
 
Ketidak absahan akad nikah via online ini karena dua faktor.
PERTAMA:
rukun sighat ijab qabul pernikahan yang dilakukan Online tergolong shigat kinayah (tidak jelas). Sebab akad nikah disyaratkan menggunakan shigat yang sharih atau jelas. Dalam hal ini, pakar fiqih Syafi’i kontemporer al-Habib Zain bin Smith (lahir 1357 H/1936 M) menegaskan:
 
اَلتِّلْفُوْنُ كِنَايَةٌ فِي الْعُقُوْدِ كَالْبَيْعِ وَالسَّلَمِ وَالْإِجارَةِ، فَيَصِحُّ ذَلِكَ بِوَاسِطَةِ التِّلْفُوْنِ،أَمَّا النِّكَاحُ فَلَا يَصِحُّ بِالتِّلْفُوْنِ لِأَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيْهِ لَفْظٌ صَرِيْحٌ، وَالتِّلْفُوْنُ كِنَايَة

Telpon menjadi shighat kinayah dalam beberapa akad, seperti akad jual beli, akad salam dan akad sewa; maka akad-akad tersebut itu sah dilakukan dengan perantara telpon. Adapun akad nikah maka tidak sah, karena dalam akad nikah disyaratkan harus ada lafal yang jelas, sedangkan telpon itu kinayah (mengandung makna dua/lafal yang tidak jelas).” (Zain bin Ibrahim bin Smith, al-Fawaid al-Mukhtarah li Salik Thariq al-Akhirah, [ttp.: Ma’had Dar al-Lughah wa ad-Da’wah, 1429 H/2008 M], ed: Ali bin Hasan Baharun, cetakan pertama halaman 246)

  KEDUA :
tidak adanya kesatuan majelis secara offline yang memungkinkan kedua orang saksi melihat dua (2) pelaku akad, yaitu suami dan wali calon istri yang menikahkannya, serta mendengar shigat ijab qabul dari mereka secara langsung. Sebagaimana dimaklumi, akad nikah disyaratkan harus persaksian secara langsung oleh dua orang saksi. 

  Meskipun dalam fiqih kontemporer, akad mu’amalah melalui perantara alat komunikasi modern seperti telegram, faksimile, atau internet dapat dinilai sah, tetapi demikian tidak berlaku untuk akad nikah. Sebab, dalam akad nikah, disyaratkan adanya kesaksian langsung dari dua (2) orang saksi. Karenanya, keabsahan melakukan transaksi mu’amalah dengan alat-alat modern tersebut tidak mencakup akad nikah.
  Hal ini sebagaimana di jelaskan syeh wahbah Azzuhaili dalam kitabnya ALFIQHUL ISLAMI WA’ADILLATUHU

أن القواعد السابقة لا تشمل النكاح لاشتراط الإشهاد فيه
[وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٥١٧٥/٧]

“Sungguh kaidah-kaidah yang telah dijelaskan (keabsahan akad mu’amalah dengan perantara alat-alat modern) tidak mencakup akad nikah, karea di dalamnya disyaratkan adanya persaksian.”

  Untuk lebih detailnya, di jelaskan dalam kitab KIFAYATUL AKHYAR

فرع) يشْتَرط فِي صِحَة عقد النِّكَاح حُضُور أَرْبَعَة ولي وَزوج وشاهدي عدل
[تقي الدين الحصني، كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار، صفحة ٣٥٨]

Cabang : dalam keabsahan akad nikah disyaratkan hadirnya empat orang; wali, suami, dan dua orang saksi.”

Empat orang di atas, disyaratkan hadir dalam satu majlis, sedangkan Akad via Online tidak bisa di katagorikan hadir meskipun melalui vidio call…

  Ta’bir pendukung

بخلاف النكاح فإن القبول يشترط فيه أن يكون في مجلس الإيجاب
[عبد الرحمن الجزيري، الفقه على المذاهب الأربعة، ١٧/٤]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
%d blogger menyukai ini: