Ketika Nabi Muhammad SAW Masih hidup, para sahabatnya selalu mendapatkan bimbingan langsung dari Nabi Muhammad, wahyu Allah juga turun kebumi sebagai petunjuk yang kita kenal dengan nama Al-Qur’an.
Setelah nabi SAW wafat, sudah menjadi consensus umat Islam bahwa sumber utama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Untuk yang pertama tidak satupun orang yang membantah sedangkan untuk yang kedua ada sedikit orang yang tidak mengakuinya dengan alasan bahwa hadits itu hanyalah penjelasan terhadap Al-Qur’an bukan sebagai sumber utama yang berdiri sendiri.
Dalam perjalanan sejarahnya, para pemikir atau ulama telah banyak menghabiskan waktunya untuk memahami nashsh itu dalam waktu yang bersamaan, mereka juga mempelajari sejarah dan keadaan masyarakat yang melingkupi turunnya nashsh tersebut. Di satu sisi, hal ini berkaitan erat dengan nash, dan disisi lain mereka juga menemukan beberapa kasus yang tidak dapat secara langsung dipahami dan dipelajari dari pemahaman nashsh tersebut, namun, kita juga perlu ingat bahwa nash itu sendiri juga mengajarkan penggunaan akal pikiran (kauniyah). Sedangkan penggunaan akal sebagai proses untuk dapat menghasilkan argumentasi dan proses deduktif dan induktif,
Jika dilihat semata-mata dari wujud nashsh, adanya nashs itu terbatas. Sementara itu kehidupan manusia selalu berkembang dan berubah. Maka dari sisi ini terkadang terjadi kesenjangan kasus. Dalam kebebasan dan kemampuan mengembangkan pemikiran Islam atau ilmu-ilmu ke Islaman dari berbagai perbedaan pendapat maka muncullah pemahaman dan pemikiran menjadi disiplin ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist dll.
