A. Sejarah Munculnya Pesantren
Pada awalnya ada seorang kiyai yang alim dan mutafaqqih fid-dien yang berdiam di suatu dearah. Beliau adalah penduduk asli tempat tersebut. Setelah beberapa waktu, orang-orang mulai mengetahui bahwa kiyai tersebut memiliki kelebihan-kelebihan dalam berbagai bidang yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Maka mulailah mereka datang untuk meminta fatwa atau bimbingan tentang berbagai persoalan hidup, terutama yang berhubungan dengan masalah-masalah keagamaan.
Pada zaman dahulu kiyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Para santri yang datang diterima dan ditampung di rumah kiyai sendiri. Disitulah mereka melaksanakan kegiatan ibadah dan belajar sehari-hari. Tapi semakin lama semakin banyak orang yang datang dengan maksud dan tujuan yang sama, sehingga akhirnya mereka tidak dapat ditampung lagi di rumah kiyai. Maka timbullah inisiatif dari para santri untuk mendirikan masjid atau langgar, sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar sehari-hari, serta pondokan atau dangau, tempat para santri itu bermalam dan berteduh.
Pondokan-pondokan tersebut terus bertambah dari waktu ke waktu, seiring dengan bertambahnya santri yang datang. Akhirnya dengan bantuan dari masyarakat sekitar yang mulai simpati, berkembanglah pemukiman tersebut menjadi semacam “kampus atau komplek”, tempat para santri beribadah dan mencari ilmu, dengan kiyai sebagai tokoh sentralnya yang menjadi panutan para santri dalam kehidupan mereka sehari-hari. Itulah sebabnya tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama atau istilah PONDOK PESANREN.
B. Definisi dan Tujuan Pesantren
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata “santri”berarti murid dalam bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq yang berarti penginapan. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kiyai untuk mengatur kehidupan pondok pesantren. Tujuan para santri dipisahkan dari orangtua dan keluarga mereka adalah agar mereka hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan Kiyai dan juga Tuhan. Pendapat lainnya, kata santri berasal dari kata cantrik(bahasa sansakerta) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh perguruan taman siswa dalam sistem asrama yang disebut pawiyatan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak memiliki formulasi tujuan yang jelas, baik dalam tataran institusional, kurikuler maupun instruksional umum dan khusus. Tujuan yang dimilikinya hanya ada dalam angan-angan. Mastuhu melaporkan bahwa tidak pernah dijumpai perumusan tujuan pendidikan pesantren yang jelas dan standar yang berlaku umum bagi pesantren. Pokok persoalannya bukan karena ketiadaan tujuan, melainkan tidak tertulisnya tujuan. Perkiraan mungkin hanya didasarkan pengamatan dari sudut pandang parsial bukan holistik, sehingga tujuan yang dirumuskan belum merefleksikan realitas sebenarnya atau hanya menunjuk pada rincian yang global.
Hiroko Horikoshi melihat dari segi otonominya, maka tujuan pesantren menurutnya adalah untuk melatih para santri memiliki kemampuan mandiri. Sedang Manfred Ziemek tertarik melihat sudut keterpaduan aspek perilaku dan intelektual. Tujuan pesantren menurutnya adalah membentuk kepribadian, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan.
Sedangkan menurut Mastuhu tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat tetapi rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia.
C. Karakteristik Pesantren
Karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1. Adanya Kiyai
Istilah Kiyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Kata Kiyai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar Kiyai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa, tetapi sebutan Kiyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan. Kiyai berkedudukan sebagai tokoh sentral dalam tata kehidupan pesantren, sekaligus sebagai pimpinan pesantren. Dalam kedudukan ini nilai kepesantrenannya banyak tergantung kepada kepribadian Kiyai sebagai suri tauladan sekaligus pemegang kebijaksanaan mutlak dalam tata nilai pesantren.
2. Adanya Santri
Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri itu tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah di sediakan. Dalam menjalani kehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antara santri yang satu dengan yang lainnya. Santri diwajibkan mentaati peraturan yang ditetapkan didalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
3. Adanya Masjid
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek ibadah lima waktu, khutbah dan shalat jum’at dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.
4. Adanya pondok atau asrama
Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimasa para siswanya (santri) tinggal bersama dibawah bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan Kiyai. Dengan istilah pondok pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan ke-islaman yang melembaga di Indonesia. Pondok atau asrama merupakan tempat yang sudah disediakan untuk kegiatan bagi para santri. Adanya pondok ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dengan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk komunikasi antara Kiyai dan santri. Dan antara satu santri dengan santri lainnya.
5. Pengajaran Kitab-kitab Klasik
Pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap faham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian intergral dari nilai dan faham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia pesantren lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”. Mungkin penyebutan istilah tersebut guna membatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas dari kitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepat sebab pada saat ini kitab-kitab Islam klasik sudah banyak di cetak dengan kertas putih.
D. Macam-macam Pesantren
- Pesantren salaf (salafiyah)
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja. Pola yang diterapkan dalam pesantren salaf adalah para santri bekerja untuk Kiyai mereka, bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya. Dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh Kiyai mereka tersebut. Pesantren salaf juga menyediakan asrama sebagai tempat tinggal santrinya dengan membebankan biaya yang rendah bahkan tanpa biaya sama sekali. Pada waktu pagi para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kiyai atau ustad mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan Al-Qur’an - Pesantren Modern (khalafiyah)
Pesantren yang mengajarkan pendidikan umum. Selain ilmu-ilmu agama, ada juga ilmu-ilmu umum seperti metafisika, fisika dan lainnya. Dan umumnya tetap menekankan dalam nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.
