HUKUM ORAL SEX ANTARA SUAMI ISTRI

Dalam rangka memuaskan pasangan antara suami istri, Islam membebaskan trik dan gaya bercinta antara keduanya selama tidak bertentangan dengan aturan syariat. Termasuk pula dalam melakukannya dengan gaya oral seks. Hal ini tidak termasuk larangan dalam agama.

Sebelum kita sampai pada hukum oral sex, hal pertama yang harus di pahami dalam hal ini adalah bahwa seorang suami boleh melakukan aktivitas seks dengan istrinya kapan saja dan dengan gaya apa saja, kecuali yang dilarang oleh syara’, seperti menyetubuhi isteri melalui anus.
ALLAH SWT berfirman

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِين

Isteri-isterimu adalah ladangmu, maka datangilah ladangmu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman,” (QS. Al-Baqarah [2]: 223)

Masalah agama yang berkaitan dengan aktivitas seksual tidak perlu ditutup-tutupi. Untuk kepentingan hukum,
Rasulullah SAW tidak segan-segan menerangkannya seperti hadits berikut ini.

إنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِ مِنْ الْحَقِّ لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي أَدْبَارِهِنَّ»
[الشافعي، الأم للشافعي، ١٠١/٥]

“Sungguh Allah tidak malu dalam hal kebenaran. Jangan kalian mendatangi isteri-isteri melalui anus mereka,” (HR Imam Syafi’i)

Atas dasar ini kemudian dikatakan bahwa suami boleh menikmati semua kenikmatan dengan isteri kecuali lingkaran di sekitar anusnya atau melakukan hubungan seks melalui dubur.
Syeh Zainudin Al-malibari menjelaskan dalam kitabnya FATHUL MU’IN

يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها أو استمناء بيدها لا بيده وإن خاف الزنا
[زين الدين المعبري، فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين، صفحة ٤٨٢]

“Diperbolehkan bagi seorang suami untuk bersenang-senang dengan isteri dengan semua model kesenangan (melakukan semua jenis aktivitas seksual) kecuali lingkaran di sekitar anusnya, walaupun dengan menghisap klitorisnya, Atau Istimna’ dengan tangan istrinya, bukan dengan tanganya sendiri, walaupun di khawatirkan melakukan zina

Dalam tafsir Atthobari di sebutkan

حدثنا تميم قال، أخبرنا إسحاق، عن شريك، عن ليث قال: تذاكرنا عند مجاهد الرجل يلاعب امرأته وهي حائض، قال: اطعن بذكرك حيث شئت فيما بين الفخذين والأليتين والسرة، ما لم يكن في الدبر أو الحيض
[الطبري، أبو جعفر، تفسير الطبري = جامع البيان ت شاكر، ٣٨٠/٤]

“Telah menceritakan kepada kami Tamim, telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq, dari Syarik, dari Laits berkata: Kami di sisi Mujahid membicarakan tentang seorang lelaki yang mencumbu istrinya saat Haid. Mujahid berkata; “Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki; di antara dua paha, dua pantat, dan pusar. Selama tidak di anus atau saat datang haidh.”

Dari beberapa penjelasan di atas, maka suami istri yang melakukan oral sex di perbolehkan,
Namun yang perlu di perhatikan, bahwa Orang yang melakukan oral, sebagian dari mereka, sudah banyak yang dalam kondisi ereksi atau tegang sehingga tidak jarang para pasangan suami-istri ini sudah mengeluarkan pelumas berupa cairan bening atau biasa disebut dengan istilah madzi.
Jika ditelisik lebih dalam, selain air kencing, ada tiga jenis air yang keluar dari kemaluan manusia. Yaitu , mani, wazdi, mazdi

Di antara semua air yang keluar tersebut hukumnya najis kecuali sperma. Seseorang yang mengeluarkan sperma, wajib mandi. Sedangkan wadi dan madzi hanya mewajibkan wudhu, tidak harus mandi, serta harus dibersihkan sebagaimana membersihkan najis seperti biasanya.

Bagi pasangan yang sedang melakukan hubungan intim, tentu sangat kesulitan jika harus menghindari madzi ini. Karena madzi memang diciptakan Allah untuk melengkapi kegiatan jima’ yang dilegalkan dalam syara’ bagi pasangan yang sah. Ia menjadi pelumas untuk sebuah lancarnya hubungan senggama.
Padahal apabila kita melihat fiqih dasarnya, ada sebuah aturan bahwa seseorang tidak diperkenankan mengotori tubuh dengan najis tanpa ada alasan yang jelas, apalagi memasukkan najis tersebut ke dalam tubuh, tentu tidak diperbolehkan.

Madzi merupakan cairan najis. Ia berlaku hukum yang sama. Artinya tidak boleh sampai masuk ke dalam tubuh, termasuk masuk ke kelamin seorang istri. Tetapi karena hal ini sangat sulit dihindari, maka syara’ memberikan toleransi sehingga madzi bagi pasangan yang sedang melakukan hubungan suami-istri hukumnya dima’fu
Dalam kitab i’anatut tholibin di jelaskan

ومحل طهارة المني.
إن كان رأس الذكر والفرج الذي خرج منه المني طاهرا، وإلا كان متنجسا وحرم الجماع، كالمستنجي بالحجر إذا خرج منه مني فإنه يكون متنجسا، وكما إذا خرج منه مذي – كما هو الغالب من سبقه للمني – فإنه يتنجس به.
[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ١٠٣/١]

Tempat sucinya sperma itu jika memang kepala batang dzakar dan farji yang keluar murni berupa mani yang suci. Jika tidak murni suci, hukumnya (mani itu) najis dan haram bersenggama dengan kondisi seperti demikian sebagaimana orang orang istinja’ dengan batu ketika air sperma keluar dari situ. Karena hal itu menjadikan najis. Iya, diampuni dari orang yang kesulitan menghindari hal tersebut dengan nisbat untuk jima’,”

Hukum ma’fu hanya mempunyai arti diampuni, tidak mengubah status najis menjadi suci. Maksudnya najis tetap najis, tidak bisa berubah menjadi suci. Madzi itu najis. Selamanya, hukum madzi tetap najis. Tidak bakal berubah menjadi suci. Hanya saja, bagi suami istri yang sedang bercinta, cairan ini diampuni. Sedangkan madzi jika dalam kondisi selain jima’, hukumnya tetap najis.
Madzi merupakan kebutuhan wajib bagi pasangan senggama dan sangat sulit menghindarinya. Oleh karena itu hukumnya dima’fu. Tetapi dima’funya ini tidak berlaku jika madzi masuk mulut bagi orang yang melakukan oral seks. Karena mulut itu bukan tujuan utama orang bercinta yang madzi tidak diciptakan untuk menjadi pelumas mulut, namun pelumas vagina.

Kesimpulannya,
pertama, madzi yang diproduksi tubuh hukumnya najis tetapi dima’fu jika masuk ke vagina istrinya karena hal ini sangat susah untuk dihindari.

Kedua, oral seks diperbolehkan namun tidak boleh mengabaikan hukum bahwa madzi atau cairan yang masuk ke mulut hukumnya adalah najis. Ia dima’fu jika masuk ke liang vagina saja. Jika masuk ke mulut, itu bukan keadaan yang sulit dihindari, maka hukumnya tetap najis tidak dima’fu.

WALLAHU A’LAM

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
%d blogger menyukai ini: