Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum muslimin di madinah, berusaha mencari penggantinya. Kaum ansar setelah mendengar berita wafatnya rasulullah itu, mereka berkumpul disuatu tempat di dekat rumah sa’ad bin ubadah, pemimpin al-khazraj, sebagai pengganti nabi untuk memerintah. Kaum al-aus belum memberikan persetujuan atas percalonan itu. Sementara itu, salah seorang diantara mereka (kaum ansar) bertanya, “jika kaum muhajirin quraisy menolak dan berkata kami adalah kaum muhajirin, sahabat rasulullah yang pertama, keluarganya, walinya, dan mereka menentang kita, bagaimana sikap kita?” sebagian diantara mereka menjawab: “kalau demikian halnya, mereka mempunyai pemerintah sendiri, dan kita mempunyai pemerintah sendiri, dan kita tetap pada pendirian ini.”
Pemimpin-pemimpin kaum muhajirin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah segera menuju tempat pertemuan kaum anshar. Setiba di tempat itu, abu bakar berpidato, menyampaikan pendirian kaum muhajirin, inti pidatonya adalah, menyampaikan keutamaan kaum muhajirin, sebagai orang-orang yang mula-mula percaya kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya, membelanya, menderita bersamanya, karena itu mereka lebih berhak memimpin umat ini, sesudah wafatnya rasul, tidak dapat diingkari bahwa kaum ansar itu memiliki kemuliaan dalam agama, tidak ada yang dapat menandingi keutamaan mereka dalam islam. Allah meridhai kaum ansar karena membela agama dan rasul-Nya serta sahabat-sahabatnya. Karena itu kami orang-orang muhajirin menjadi pemimpin dan kaum-kaum ansar menjadi pembantu-pembantu.
Kaum Anshar tidak puas dengan pidato Abu Bakar, karena itu Al Habbab bin Munzir bangkit lalu mengemukakan pendiriannya seraya berkata: ”Wahai kaum Anshar tetaplah kamu pada pendirianmu, karena sesungguhnya manusia, berada dalam lindungan dan naunganmu, jangan kamu berselisih, tidak ada jalan lain kecuali mengikuti pendapatmu, kamu adalah orang-orang yang memiliki kemuliaaan dan kehormatan, manusia akan melihat apa yang kamu usahakan, maka janganlah kamu berbeda pendapat, sehingga merusak pendapatmu. Bagi kita seorang pemimpin dan bagi mereka (muhajirin) seorang pemimpin.
Masing-masing pihak mempertahankan pendirianya, keadaan demikian tentu saja dapat mengancam keutuhan umat. Abu ubaidah bin jarrah menghimbau kaum ansar agar bersikap toleran dan tidak memperuncing keadaan, kemudian Basyir bin Saad, salah seorang pemimpin al-khazraj, menyampaikan isi hatinya yang ditujukan kepada kaum ansar, ia menegaskan bahwa orang-orang ansar itu adalah kaum yang paling utama dalam memerangi kaum musyrikin dan membela agama, semuanya itu dilakukan atas dasar keridhaan Allah dan ketaatan kepada nabi-Nya, tidak tepat kalau kita perpanjang masalah ini. Ketahuilah, bahwa Nabi Muhammad Saw dari kaum quraisy dan kaumnya lebih berhak dan lebih utama atas masalah ini, taqwalah kepada Allah, dan janganlah kamu berselisih dan bertentangan dengan orang-orang muhajirin itu. Dengan penjelasan basyir itu keaadaan menjadi tenang. Kemudian dalam suasana yang demikian Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, langsung membaiat Abu Bakar, kemudian Basyir bin Saad tampil kedepan dan membaiatnya pula, selanjutnya diikuti oleh kelompok al-Aus, kemudian oleh pemimpin-pemimpin kabilah lainnya.
Baiat pertama ini disebut “Baiat Saqifah”, karena pada baiat pertama ini, hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu saja, maka pada hari berikutnya di masjid nabawi diadakan baiat untuk kedua kalinya, yang disebut “Al-Baiat Al-Ammah”. Pada baiat kedua di masjid nabawi inilah Abu Bakar menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sekaligus menggambarkan jalan politik yang ditempuhnya, inti pidatonya itu sebagai berikut: “Wahai sekalian manusia! Sekarang aku telah memangku jabatan yang telah kalian percayakan kepadaku, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian, maka jika aku menjalankan tugasku denagn baik, ikutilah aku, akan tetapi bila berbuat salah betulkanlah, orang yang kalian anggap kuat, sebenarnya aku anggap orang lemah, sedang yang kalian anggap lemah adalah orang yang aku anggap kuat di sisiku, sebab itu akan kuambilkan dari pada sikuat akan haknya, insya Allah. Hendaklah kalian taat kepedaku, selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bila aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kalian taat kepadaku, marilah menunaikan salat dan semoga Allah merahmati kalian”.
Beberapa Kebijakan Penting
Keagamaan
Hampir dibanyak buku sejarah islam, umumnya mengabdikan jasa abu bakar dibidang keagamaan ini. Yang paling umum kebijakan abu bakar dibidang kagamaan ini adalah kebijakan mengumpulkan Al-Quran, yang semula merupakan usulan Umar bin Khattab. Kebijakan lainnya adalah melakukan pemberantasan penyelewengan terhadap ajaran nabi Muhammad. Upaya penyadaran ini terutama dilakukan terhadap kalangan yang mengingkari kewajiban zakat, murtad dan mengaku dirinya nabi.
Penyebab utama kemunculan ketiga kelompok ini bersumber dari kesalah pahaman dan kekurang mengertian mereka terhadap islam yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Abu Bakar melakukan upaya penyadaran secara persuasif, tetapi ketika upaya ini mengalami kegagalan, dia tidak segan-segan memerangi mereka. Bagi Abu Bakar, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, ketiga perbuatan tersebut merupakan penyelewengan yang nyata dari ajaran Nabi Muhammad, terutama setelah meninggalnya Rasulullah.
Non keagamaan
Selain kebijakan nyata di bidang agama, Abu Bakar juga melakukan kebijakan non-agama. Di antara kebijakan itu adalah kebijakan bidang ekonomi, Abu Bakar membuat semacam lembaga keuangan, tentu lembaga ini masih sederhana, tetapi untuk ukuran waktu itu adalah kemajuan pengorganisasian dan pengoperasiannya masih bersifat sangat sederhana. Muhammad Ali bahkan menyebut pembentukan lembaga tersebut sebagai salah satu pencapaian yang paling penting dari Khalifah Abu Bakar, disamping kebijakan yang lain.
Sebagai sebuah lembaga keuangan negara tadalah bagian tertentu lembaga ini memiliki beberapa sumber. Di antara sumber dana lembaga ini berasal dari pengumpulan zakat, sadaqah, infaq umat, termasuk sumber lainnya adalah bagian seperlima dari harta rampasan perang yang masuk ke kas negara. Sedang pengalokasiannya adalah untuk membiayai peperangan, menggaji prajurit yang dikirim ke medan pertempuran dan kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya. Kebijakan lain yang bersifat non agama di zaman Abu Bakar adalah kebijakan politik. Kebijakan Abu Bakar di bidang ini juga dianggap sebagai capaian yang bagus karena secara prinsipil ia bersesuaian dengan semangat modern. Abu Bakar juga mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan sebuah keputusan dengan membentuk semacam dewan perwakilan. Pengambilan keputusan itu sendiri didasarkan pada suara mayoritas, dengan melalui prosedur-prosedur tertentu dalam prosedur pengambilan keputusan, terutama untuk kepentingan bersama. Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil akhir 13 H. (22 Agustus 634 M.). beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah saw. di kota Madinah. Sekarang makam tersebut telah termasuk dalam masjid nabawi
Susmihara dan Rahmat, Sejarah Islam Klasik (Yogyakarta : penerbit ombak, 2013) 90-93.
