Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ulum dan Al-qur’an, kata Ulumu merupakan bentu jamak dari kata Ilmu. Ilmu yang di maksud disini, sebagaimana didefinisikan Abu Syahbah adalah sejumlah materi pembahasan yang di batasi kesatuan tema dan tujuannya. Adapun Al-Qu’an, sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama fiqih, dan ulama bahasa adalah kalam Allah yang d turunkan kepada nabi Muhammad SAW yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah diturunkan secara mutawatir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surah Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas
Banyaknya ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan Al-Qur’an, menyebabkan banyak pula ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an, Bahkan, menurut Abu Bakar Al-Arabi, ilmu-ilmu Alqur’an itu mencapai 77.450. Secara umum ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas enam hal pokok berikut ini :
- Persoalan turunya Al-Qur’an ( nuzulul Al-Qur’an )
- Persoalan sanad ( rangkaian para periwayat )
- Persoalan qira’at (cara pembacaan Al-Quran )
- Persoalan kata-kata Al-Qur’an
- Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
- Persoalan makna al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al-Quran
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Alquran yang terpokokIlmu Mawathin al-Nuzul
- Ilmu Tawarikh al-Nuzul 11. Ilmu Qiraat
- Ilmu Tajwid 12. Ilmu Gharib Alquran
- Ilmu I’rab Alquran 13. Ilmu Wujuh wa al-Nazair
- Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih 14. Ilmu Tanasub Ayat Alquran
- Ilmu Aqsam Alquran 15. Ilmu Jidal Alquran
- Ilmu Amtsal Alquran 16. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
- Ilmu Badai’ Alquran 17. Ilmu I’jaz Alquran
- Ilmu Adab Tilawah Alquran
- Ilmu Asbab al-Nuzul
Secara umum perkembangan Ulumul Quran terbagi pada tiga fase, masa Rasulullah SAW, masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin (Penulisan Ilmu)
1. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah SAW dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW Ulumul Quran dipelajari secara lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat
2. Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan
3. Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah
4. Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan I’rab Alquran.
Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk Ilmu-ilmu Alquran). Para penulis pertama dalam tafsir adalah
- Syu’bah Ibn al-Hajjaj
- Sufyan ibn Uyaynah
- Waqi’ Ibn al-Jarrah
Kitab-kitab tafsir mereka terfokuskan dalam menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.). Al-Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Quran. Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an
Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an dan i’rab al-Quran
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an. Abu al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-Qur’an
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz (w. 660 H.) mengarang kitab Majaz al-Qur’an
Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu sebelumnya telah lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-Nujum
Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin Al-Suyuthi yang mengarang enam kitab antara lain Tanasubud Durar fi Tanasubis Suwar, at-Tahbir fi ‘Ulumit Tafsir, al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an
Sejak penghujung abad ke-13 H, sampai saat ini perhatian para ulama penyusunan terhadap kitab-kitab Ulumul Quran bangkit kembali. Kebangkitan kembali terhadap Ulumul Quran ini bersamaan dengan kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya. Di antara ulama yang menulis tentang Ulumul Quran di abad ini adalah Syeikh Thahir al-Jazairi dengan kitabnya Al-Tiban li ba’dh al Mabahits al-Muta’alliqah bi’ al-Qur’an
